Minggu, 22 Februari 2015

Bisakanlah yang benar jangan membenarkan kebiasaan



Tulisan ini berawal dari pengalaman saya ketika bekerja di salah satu perusahaan swasta yang berorientasi keselamatan  dimana tidak ada toleransi terhadap keselamatan yang notabene menjadi standarisasi perusahaan, pengalaman berharga ini saya dapatkan ketika bekerja, dimana kebiasaan-kebiasaan yang selama ini diangap benar ternyata tidak selamanya benar.

 
Suatu hari saya ditegur oleh atasan yang kebetulan orang yang berkompeten terhadap keselamatan, waktu itu kebetulan saya yang mengendarai dan disamping saya duduk atasan saya, ketika dipersimpangan ada rambu-rambu lalu lintas STOP  dan ketika itu saya tidak berhenti, karena saya lihat dikiri dan kanan saya relatif aman, saat itu pula atasan menegur saya  mengapa tidak berhenti karena di depan sudah ada rambu STOP tersebut. Waktu ditanya sama atasan saya mengapa tidak berhenti, jawaban saya apa yang saya lakukan merupakan suatu kebiasaan (habbit).   Kejadiaannya mungkin saya anggap spele tetapi dampaknya cukup besar jika terjadi accident.  
 
Dalam kehidupan kita sehari-hari hal yang seperti saya alami sering sekali terjadi. Kita terlalu membenarkan banyak hal yang salah karena sudah terbiasa dilakukan dan tidak membiasakan yang benar. Contoh lain dalam aktifitas sehari-hari misalnya: Dalam berlalu-lintas, banyak sekali yang melanggar aturan lalulintas seperti dengan berjalan berlawanan arah, mengendarai sepeda motor tanpa memakai helm, pelanggaran lampu lalu lintas, marka jalan, berhenti tidak pada tempatnya dan masih banyak lagi. Semakin sering kita lihat sehingga sudah jadi kebiasaan dengan melupakan bahwa apa yang dilakukan sebenarnya salah. 
Sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh dalam keseharian masyarakat kita yang berpedoman pada ‘membenarkan kebiasaandaripada ‘membiasakan yang benar’, hampir dalam semua aspek kehidupan. 
Untuk itu saya mengajak kepada seluruh pembaca dan tentunya diri saya sendiri untuk melakukan revolusi mental ‘membiasakan yang benar, dengan tidak membenarkan kebiasaan.

Terima kasih

Jumat, 20 Februari 2015

Seputar Batu Akik menurut Islam



Menggunakan cincin dari batu akik bukan hanya menambah rasa percaya diri bagi pemakaianya. Khusus bagi kaum Muslimin, memakai cincin merupakan salah satu sunnah Nabi Muhammad SAW. Nabi lainnya yang juga memakai cincin adalah Nabi Sulaiman dan Nabi Dawud AS, termasuk para sahabat Rasullullah.


Dalam ajaran Islam, memakai cincin dinilai memiliki sejumlah manfaat bagi kehidupan, keberkahan dan dianjurkan dipakai saat-saat berdoa atau ibadah. Dikutip dari situs nu.co.id, dalam fatawi Ibnu Hajar al-Haytami al-Kubra dijelaskan bahwa ada beberapa hadist yang menjelaskan mengenai hikmah memakai cincin dengan batu akik yang bisa mendatangkan kerbakahan dan menghindarkan dari kefaqiran.

Rasulullah Saw bersabda: "Pakailah cincin Akik, sesungguhnya selama kalian memakai cincin akik maka kesedihan dan kegalauan tidak akan masuk dalam hati kalian." (Rujuk kitab Uyun Akhbar Al-Ridho 2/47. Wasail 5/86. Makarimul Akhlak hal 87. Sahifah Al-Ridho hal 62).
Seorang sahabat Rasulullah Saw berkata: "Pada suatu hari seorang lelaki menghadap Nabi Saw dan mengeluh tentang perampokan di tengah perjalanan dan lenyapnya seluruh hartanya. Beliau bersabda: mengapa kau tidak memakai cincin Akik? Maka sesungguhnya cincin akik akan menjaga manusia dari segala keburukan." (Rujuk kitab Tsawabul Amal hal 174. Jamiul Akhbar hal 134. Iddah Al-Da'i hal 118. Wasail 5/89)

Sayidah Fatimah Az-Zahra as menukil hadis dari Rasulullah Saw yang bersabda: "Barang siapa memakai cincin akik, maka dia akan selalu melihat kebaikan." (Rujuk kitab Al-Amali hal 311. Wasail 5/88)

Rasulullah Saw bersabda: "Orang yang memakai cincin Akik maka nasibnya akan berakhir dengan baik." (Rujuk kitab Da'aimul Islam 2/164. Mustadrak 3/295) .

Bila merujuk pada anjuran Rasullullah di atas, bukan tak mungkin kebiasaan memakai batu akik khususnya di kalangan muslim yamerupakan warisan turun temurun dari Rasullullah